Perbedaan Uji T Sampel Berpasangan dan Uji Wilcoxon
Uji asosiatif dalam statistik dapat dibagi menjadi tiga, yaitu uji pengaruh, uji hubungan, dan uji beda. Salah satu uji asosiatif, yaitu uji beda bertujuan untuk menguji secara statistik perbedaan rata-rata (mean) dari 2 kelompok atau lebih dari 2 kelompok sampel.
Pengujian nilai rata-rata pada dua kelompok sampel dan 3 atau lebih kelompok sampel, kita perlu memahami bahwa kita perlu menggunakan pilihan metode analisis yang berbeda. Selain itu, kita juga perlu memahami dengan baik mengenai skala pengukuran data. Skala pengukuran data ini kita pertimbangkan sebagai dasar pemilihan metode analisis yang tepat sesuai dengan karakteristik data yang telah kita kumpulkan dalam penelitian.
Pada kesempatan ini, saya akan membahas mengenai uji beda pada dua kelompok sampel. Artikel ini saya tulis dilatarbelakangi oleh adanya beberapa pertanyaan subscriber KANDA DATA yang menanyakan mengenai “Apa perbedaan uji T sampel berpasangan dan uji Wilcoxon?”.
Kapan kita dapat menggunakan uji T sampel berpasangan dan kapan kita menggunakan uji Wilcoxon? Sebelum kita bahas lebih lanjut, alangkah lebih baiknya kita perlu memahami terlebih dahulu mengenai teori dasar uji beda untuk dua kelompok sampel.
Uji beda untuk dua kelompok sampel
Uji beda untuk dua kelompok sampel maksudnya adalah kita sebagai peneliti hendak melakukan pengujian pada dua kelompok sampel. Sampel tersebut dapat kita ambil dari populasi yang diamati melalui kaidah-kaidah statistik.
Dua kelompok sampel yang diuji perbedaannya dapat berupa dua kelompok sampel yang saling berpasangan atau dua sampel yang saling bebas. Pada uji beda untuk dua kelompok sampel yang berpasangan menggunakan sampel yang sama untuk dilakukan pengujian.
Contoh mudahnya adalah pada penelitian seorang guru di sebuah SMA yang hendak meneliti keefektifan dari metode pembelajaran baru. Seorang guru tersebut mengambil populasi siswa kelas XI pada SMA tersebut. Selanjutnya guru tersebut mengambil sampel terhadap 60 siswa.
Sebelum guru tersebut melakukan eksperimen dengan menerapkan metode pembelajaran baru, dilakukan terlebih dahulu pre-test untuk mengetahui kemampuan siswa pada bidang pelajaran matematika.
Selanjutnya guru tersebut melakukan eksperimen menggunakan metode pembelajaran yang baru selama satu semester. Pada akhir semester, guru tersebut kembali melakukan pengujian post test pelajaran matematika terhadap 60 siswa yang sama.
Untuk menguji perbedaan apakah penerapan metode pembelajaran baru lebih efektif dibanding pembelajaran eksisting, maka guru tersebut melakukan uji beda antara pre-test dan post test. Berdasarkan contoh kasus ini, uji beda yang digunakan disebut dengan uji beda untuk dua sampel yang berpasangan.
Kemudian yang menjadi pertanyaan, apa bedanya dengan uji beda untuk dua kelompok sampel yang saling bebas atau independent? Pada uji beda untuk dua kelompok sampel yang saling bebas, kita dapat menggunakan kelompok sampel yang berbeda.
Contohnya seorang peneliti yang hendak mengamati perbedaan produksi padi organik pada kelompok Tani Makmur dan kelompok Maju Sejahtera. Jumlah anggota kelompok Tani Makmur sebanyak 30 orang petani, sedangkan jumlah anggota kelompok Maju Sejahtera terdiri dari 27 orang petani.
Peneliti tersebut selanjutnya mengumpulkan data produksi padi organik terhadap 30 orang petani yang mewakili kelompok Tani Makmur serta mengambil data produksi pada organik dari 27 orang petani anggota kelompok Maju Sejahtera.
Selanjutnya peneliti tersebut melakukan uji perbedaan pada dua kelompok sampel tersebut. Uji beda yang dilakukan oleh peneliti tersebut disebut dengan uji beda sampel saling bebas atau independent.
Uji beda dua kelompok sampel saling berpasangan
Pada pokok bahasan di artikel ini difokuskan pada pembahasan uji beda untuk dua kelompok sampel saling berpasangan. Pemilihan uji beda untuk dua kelompok sampel yang saling berpasangan dapat menggunakan uji T sampel berpasangan atau uji Wilcoxon.
Kapan kita dapat menggunakan uji T sampel berpasangan? asumsi apa saja yang dipersyaratkan agar kita dapat menggunakan uji T sampel berpasangan tersebut? Lalu bagaimana perbedaannya dengan uji Wilcoxon?
Untuk memberikan insight dan wawasan tambahan, mari kita bahas satu persatu sehingga kita akan dapat menarik kesimpulan mengenai perbedaan utama penggunaan uji T sampel berpasangan dan penggunaan uji Wilcoxon.
Uji T sampel berpasangan
Uji T sampel berpasangan merupakan metode statistik yang dapat digunakan untuk membandingkan dua kelompok pada data berpasangan. Satu hal yang perlu diperhatikan oleh peneliti adalah bahwa pada penggunaan Uji T sampel berpasangan dipersyaratkan sebuah asumsi bahwa data harus terdistribusi normal.
Oleh karena itu, kita perlu melakukan uji normalitas data untuk memastikan data yang kita gunakan terdistribusi normal. Pilihan uji normalitas dapat menggunakan beberapa pendekatan. Uji yang umumnya digunakan untuk ujian normalitas dapat menggunakan uji Kolmogorov Smirnov atau uji Saphiro Wilk.
Jika hasil uji menunjukkan bahwa data terdistribusi normal, maka kita dapat menggunakan uji T sampel berpasangan. Pada uji T sampel berpasangan menggunakan nilai rata-rata dari perbedaan antara dua kelompok yang saling berpasangan.
Data pada uji T sampel berpasangan umumnya lebih rentan terhadap adanya data outlier. Oleh karena itu, kita perlu memperhatikan apakah data yang kita gunakan dalam penelitian tersebut terdapat data outlier atau tidak. Jika banyak terdapat data outlier bisa saja data yang kita uji tidak terdistribusi normal.
Hal penting lainnya yang perlu diketahui yaitu bahwa untuk uji T sampel berpasangan lebih cocok menggunakan variabel-variabel parametrik yang berskala interval atau rasio. Pada kedua jenis data ini umumnya memenuhi asumsi normalitas data.
Untuk memahami perbedaan mengenai data skala interval dan skala rasio, silakan dapat menonton video yang telah saya upload di channel Youtube KANDA DATA.
Uji Wilcoxon
Uji Wilcoxon merupakan metode statistik yang digunakan untuk membandingkan dua kelompok data berpasangan yang tidak mengasumsikan distribusi tertentu pada data. Pada uji Wilcoxon tidak mengasumsikan bahwa data harus terdistribusi normal. Oleh karena itu, kita tidak perlu melakukan uji normalitas data.
Pada uji Wilcoxon menggunakan peringkat dari perbedaan antara dua kelompok sampel yang saling berpasangan. Jika pada uji T sampel berpasangan lebih peka terhadap pengaruh data outlier, pada uji Wilcoxon lebih tahan terhadap data outlier.
Uji wilcoxon dapat menggunakan variabel-variabel non parametrik yang umumnya tidak terdistribusi normal. Pada uji Wilcoxon cocok untuk variabel yang diukur menggunakan skala data ordinal. Contoh variabel yang menggunakan skala data ordinal yaitu variabel-variabel non parametrik misalnya kinerja, motivasi, sikap, perilaku dan lainnya yang diukur menggunakan skala Likert.
Kesimpulan
Berdasarkan beberapa penjelasan yang telah saya tuliskan pada paragraf sebelumnya, kita dapat ambil kesimpulan mengenai perbedaan penggunaan uji T sampel berpasangan dan uji Wilcoxon. Persamaan di antara kedua uji tersebut yaitu untuk menguji perbedaan pada dua kelompok sampel yang saling berpasangan.
Perbedaannya kedua uji tersebut adalah pada uji T sampel berpasangan terdapat syarat bahwa data harus terdistribusi normal dan lebih cocok menggunakan skala data interval/rasio. Adapun pada uji Wilcoxon tidak terdapat syarat data harus terdistribusi normal dan lebih cocok menggunakan skala data ordinal.
Jika terdapat suatu kasus dimana pada penggunaan skala data interval atau rasio, hasilnya data tidak terdistribusi normal, peneliti dapat mempertimbangkan untuk menggunakan uji Wilcoxon.
Baik, ini artikel yang dapat saya tulis pada kesempatan yang membahagiakan ini. Semoga menambah nilai pengetahuan dan wawasan bagi sobat-sobat yang telah mampir dan membaca artikel ini hingga selesai. Kami juga membuka layanan bimbingan online yang informasinya dapat diakses pada banner dibawah artikel ini. Sampai jumpa pada artikel pekan berikutnya.
Posting Komentar untuk "Perbedaan Uji T Sampel Berpasangan dan Uji Wilcoxon"