Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Alasan kenapa variabel skala likert perlu dilakukan uji validitas dan reliabilitas

Pemahaman mengenai ilmu statistik yang baik, saya kira sangat penting untuk dikuasai oleh peneliti. Memahami ilmu statistik dengan baik akan mengantarkan kita untuk dapat memilih metode statistik yang tepat dalam penelitian.

Penggunaan metode statistik yang tepat akan semakin mendekatkan pada pengambilan kesimpulan penelitian yang merepresentasikan dari kondisi riil yang ada di lapang. Salah satu pertanyaan yang masih kerap disampaikan pada saya yaitu mengenai penggunaan variabel non parametrik yang diukur menggunakan skala likert.

Mereka bertanya, kenapa dan mengapa variabel yang diukur menggunakan skala likert perlu dilakukan uji validitas dan reliabilitas sebelum kuesioner digunakan di lapang? Hal ini melatarbelakangi saya pada kesempatan ini untuk menulis sebuah artikel tentang kenapa variabel yang menggunakan skala likert perlu ditindaklanjuti dengan dilakukannya uji validitas dan reabilitas kuesioner.

Pengukuran variabel menggunakan skala likert

Saat ini sudah begitu familiar peneliti mengukur variabel non parametrik menggunakan skala likert. Beberapa variabel yang diukur menggunakan skala ordinal, umumnya diukur menggunakan skala likert.

Pada prinsipnya variabel yang diukur menggunakan skala likert dilakukan kategorisasi di mana di dalamnya terdapat tingkatan atau level. Hal ini sama persis seperti halnya prinsip skala ordinal. Terdapat beberapa variasi skala likert yang sering digunakan oleh peneliti, namun umumnya yang paling banyak digunakan adalah skala 1 – 5.

Untuk memudahkan memahami pengukuran variabel skala ordinal menggunakan skala likert, kita contohkan ada seorang peneliti yang mengukur  hubungan kompetensi karyawan dengan kinerja perusahaan. Kedua variabel tersebut merupakan variabel non parametrik yang diukur menggunakan skala ordinal.

Kenapa kita menyebutnya dengan variabel non parametrik? Hal ini disebabkan karena untuk mengukur variabel kompetensi dan kinerja, peneliti tidak dapat langsung memperoleh data berbentuk numeriknya. 

Oleh karena itu, peneliti tersebut mengukurnya menggunakan variabel non parametrik, yaitu menggunakan skala ordinal. Agar memudahkan dalam pengukuran variabel kompetensi dan kinerja, maka peneliti tersebut menggunakan pendekatan skala Likert.

Peneliti akan membuat sejumlah item pernyataan yang merepresentasikan dari baik variabel kompetensi maupun variabel kinerja. Peneliti dapat mengelaborasi sebanyak mungkin item-item yang sekiranya dapat merepresentasikan dari pengukuran variabel kompetensi dan juga pengukuran variabel kinerja. 

Selanjutnya peneliti dapat melakukan seleksi terhadap item-item pernyataan yang telah dibuat, baik berdasarkan teori maupun penelitian terdahulu yang dapat dianggap merepresentasikan dari variabel yang diukur tersebut. 

Untuk menguji dari masing-masing item tersebut, maka peneliti membuat pilihan jawaban menggunakan skala likert, misalnya menggunakan skala 1 sampai 5. Berdasarkan skala tersebut, dapat dibuat pilihan jawaban “Sangat Tidak Setuju, Tidak Setuju, Cukup Setuju, Setuju, dan Sangat Setuju.”

Masing-masing variabel yang diukur dapat dibuat item-item pernyataan yang sekiranya merepresentasikan dari variabel yang diukur. Jumlah item pernyataan tersebut bisa 10 item, 15 item, atau lainnya untuk masing-masing variabel yang diukur.

Selanjutnya untuk memastikan bahwa kuesioner atau instrumen valid dan reliable, maka peneliti perlu melakukan uji validitas dan reliabilitas sebelum kuesioner tersebut digunakan untuk mengambil data sampel di lapang. 

Pengambilan sampel untuk uji validitas dan reliabilitas

Dalam pengujian validitas dan reliabilitas kuesioner, maka peneliti perlu mengambil data sampel yang akan digunakan untuk uji tersebut. Sampel responden yang digunakan untuk uji validitas dan reliabilitas bukan merupakan sampel utama yang digunakan dalam penelitian.

Peneliti sebaiknya mengambil sampel di luar sampel penelitian utama. Sampel yang digunakan untuk uji validitas dan reliabilitas sebaiknya memiliki karakteristik yang hampir sama dengan populasi yang diamati dalam penelitian. 

Sebagai contoh seorang peneliti yang hendak mengamati sampel penelitian sejumlah 150 responden, peneliti tersebut mencoba mengambil 15 orang untuk keperluan uji validitas dan reliabilitas kuesioner.

Banyak juga yang bertanya, mengapa tidak sekalian mengambil sampel uji validitas dan reliabilitas berbarengan dengan sampel utama yang 150 responden yang tadi? Karena ini adalah uji coba kuesioner, di mana belum dapat dipastikan apakah kuesionernya itu sudah benar valid dan reliabel.

Pada kenyataannya, dari item-item pernyataan yang merepresentasikan dari variabel yang diukur misalkan variabel kompetensi dan kinerja, tidaklah semua item valid dan reliabel. Terkadang peneliti harus mengeluarkan beberapa item pernyataan yang tidak valid dan tidak reliable.

Bayangkan jika kita langsung mengambil data terhadap 150 responden utama, dan ternyata kuesioner yang digunakan tidak valid dan reliable. Hal ini akan membuat peneliti untuk bekerja dua kali yaitu memperbaiki kuesioner dan kemudian mengambil data kembali menggunakan kuesioner yang sudah valid dan reliabel.

Namun jika sebelumnya peneliti sudah melakukan uji validitas  dan reliabilitas menggunakan hanya 15 sampel, tentunya ini akan menghemat waktu, biaya, dan tenaga. Selanjutnya peneliti dapat terjun ke lapang untuk mengambil data 150 responden tadi menggunakan kuesioner atau instrumen yang memang sudah diuji validitas dan reliabilitasnya. 

Jadi dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa uji validitas dan reliabilitas perlu dilakukan sebelum peneliti terjun untuk mengambil data di lapang. 

Cara pengujian validitas dan reliabilitas

Tahapan setelah peneliti berhasil melakukan pengambilan data untuk keperluan uji validitas dan reliabilitas, selanjutnya peneliti perlu melakukan input data dan tabulasi. Peneliti perlu melakukan konversi skor dari masing-masing pilihan jawaban dari responden.

Misalkan dari pengukuran variabel menggunakan skala likert skala 1 sampai 5, dapat dikonversi skornya sebagai berikut:

Sangat Setuju = Skor 5

Setuju = Skor 4

Cukup Setuju = Skor 3

Tidak Setuju = Skor 2

Sangat Tidak Setuju = Skor 1

Berdasarkan konversi skor di atas, peneliti hanya perlu merubah pilihan jawaban masing-masing responden dengan nilai skor untuk masing-masing item pernyataan. Tahapan selanjutnya peneliti dapat melakukan pengujian masing-masing item pernyataan menggunakan uji validitas dan reliabilitas.

Uji validitas dapat menggunakan uji korelasi pearson, sedangkan uji reliabilitas dapat menggunakan uji alpha cronbach. Untuk tutorial cara pengujian dan interpretasi baik uji validitas dan reliabilitas telah saya buatkan video tutorialnya di channel YouTube Kanda Data. Silakan dapat mencari di daftar playlist video dengan kata kunci “Uji validitas dan reliabilitas”.

Alasan harus uji validitas dan reliabilitas kuesioner

Seperti yang telah saya sampaikan sebelumnya, bahwa variabel yang diukur dalam penelitian perlu dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Berbeda dengan variabel yang diukur menggunakan skala interval dan rasio, peneliti dapat menguji validitas data dengan observasi langsung, menggunakan pendapat pakar, atau metode yang lain.

Namun pada variabel non parametrik misalnya yang diukur menggunakan skala ordinal, maka untuk uji validitas dan reliabilitas perlu dilakukan uji seperti yang saya sampaikan di paragraf sebelumnya. 

Uji validitas kuesioner ditujukan untuk menguji sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Azwar 1986). Adapun uji reliabilitas menunjuk pada maksud bahwa kuesioner yang digunakan dapat dipercaya sebagai alat pengumpulan data dan mampu mengungkap informasi yang sebenarnya di lapangan (Sugiharto dan Situnjak 2006). 

Terkait dengan definisi uji validitas dan reabilitas, silahkan teman-teman dapat membuka buku-buku yang lain. Namun pada intinya, maksud dan poin yang disampaikan yaitu sama yaitu untuk memastikan bahwa kuesioner atau instrumen yang digunakan dalam penelitian sudah valid dan reliabel. 

Oleh karena itu, sekali lagi disampaikan bahwa untuk menjamin hasil pengukuran dapat merepresentasikan dari variabel yang diukur, maka peneliti perlu melakukan uji validitas dan rehabilitas. Pada variabel non parametrik yang menggunakan skala ordinal dan diukur menggunakan skala Likert, maka sebaiknya peneliti perlu melakukan uji validitas dan reabilitas kuesioner.

Demikian artikel yang dapat saya tulis pada kesempatan ini, semoga memberikan nilai tambah pengetahuan dan pemantik diskusi di kolom komentar di bawah. Teman-teman dapat mendapatkan konten edukasi lainnya dengan mengunjungi channel YouTube, Website, Instagram, dan Tiktok KANDA DATA. Sampai jumpa pada artikel lain di kesempatan berikutnya.

priyono.id
priyono.id Peneliti dan Founder KANDA DATA. Portofolio: (1) Youtube: Kanda Data; (2) Tiktok: Kanda Data; (3) Instagram: Kanda Data; (4) Website: http://www.kandadata.com/

Posting Komentar untuk "Alasan kenapa variabel skala likert perlu dilakukan uji validitas dan reliabilitas"

Jasa Bimbingan Online